Ceritanya sih saya ikutan lomba Pekan Baca Tulis ITB 2008. Lomba itu dibagi 2, nulis opini dan cerpen. Tema opininya "membangun kemandirian bangsa". Kalau saya lebih tertarik untuk ikut lomba membuat opini. Yaaah..itung-itung belajar menulis. Ini dia hasilnya...
Buah Lokal versus Buah ImporMungkin Anda pernah atau bahkan sering berbelanja di supermarket. Jika kita perhatikan, sebagian besar buah-buahan yang dijual di sana berasal dari luar negeri (impor) antara lain Cina, Australia dan Thailand. Buah impor tersebut di antaranya adalah jeruk, anggur, apel, durian dll. Pernahkah kita berfikir, mengapa buah-buahan tersebut harus diimpor?, apakah kita tidak bisa memproduksinya sendiri?. Bahkan tidak hanya di supermarket, di pasar tradisional pun kita dengan mudah bisa memperoleh buah-buahan impor tersebut.
Kita tahu bahwa negara kita adalah negara agraris yaitu negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani atau secara sederhana dapat dikatakan bersifat pertanian. Buah-buahan termasuk ke dalam salah satu komoditas pertanian. Artinya, jika memang negara kita adalah negara agraris, maka untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, khususnya untuk komoditas buah-buahan tidak semestinya impor dilakukan. Impor buah perlu dilakukan jika memang di negara kita tidak tersedia karena tanaman penghasil buah yang bersangkutan tidak bisa tumbuh, misalnya buah pear, kiwi dan kurma atau memang kekurangan persediaan akibat permintaan (
demand) yang melebihi pasokan (
supply), tetapi tetap perlu adanya pengendalian agar buah lokal tidak didominasi.
Dengan banyaknya buah-buahan impor yang sejenis dengan buah lokal seperti jeruk, apel, dan mangga mengindikasikan bahwa negara kita ini masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap negara lain.
Indikator dari adanya peningkatan impor buah dapat dilihat berdasarkan volume impor hortikultura untuk periode tahun 2001 hingga tahun 2004, sebagai berikut :
Dengan demikian, besarnya peningkatan volume impor buah-buahan berkontribusi sangat signifikan pada peningkatan volume impor hortikultura. Apabila data tersebut diproyeksikan untuk beberapa tahun ke depan, katakanlah untuk periode 2008, dengan mempertimbangkan peningkatan kebutuhan buah akibat penambahan jumlah penduduk, maka volume impor buah akan semakin tinggi. Sehingga perlu diimbangi oleh produksi buah lokal agar peningkatan impor tersebut tidak terjadi atau setidaknya dapat dikurangi. Dengan demikian, jika volume impor buah-buahan dapat direduksi dengan diimbangi oleh peningkatan kualitas serta jaminan ketersediaan buah lokal, maka buah lokal mampu bersaing dan mengurangi ketergantungan terhadap impor buah.
Dibandingkan dengan buah lokal, buah-buahan impor memang jauh lebih unggul. Keunggulan tersebut misalnya, terlihat lebih bagus dan lebih segar (ukuran lebih besar dan warna yang tidak kusam), proses pengemasannya yang baik serta harga yang tidak terlalu mahal (kompetitif). Sehingga kondisi ini yang menyebabkan kecenderungan masyarakat lebih memilih untuk mengonsumsi buah impor. Padahal belum tentu buah yang diimpor itu adalah buah yang memiliki kualitas terbaik di negara yang melakukan ekspor buah ke negara kita. Jika kondisi ini dibiarkan tanpa disertai dengan upaya-upaya atau terobosan baru dari pihak-pihak yang terkait (
stakeholders) dalam hal produksi dan distribusi buah lokal, maka akan menyebabkan buah lokal termarjinalkan di pasaran dan hal ini akan berimplikasi langsung kepada petani buah. Mereka tidak akan pernah merasakan kesejahteraan yang mereka harapkan. Adapun stakeholders dalam hal ini adalah petani buah dan pemerintah melalui Departemen Pertanian, pelaku bisnis dan pihak lainnya.
Di bawah ini merupakan skema sistematis yang mengidentifikasi kemungkinan akar penyebab (
root causes) meningkatnya impor buah. Identifikasi tersebut digambarkan menggunakan diagram tulang ikan (
fishbone diagram) atau yang dikenal dengan diagram sebab akibat, sebagai berikut :
Gambar di atas mendeskripsikan bahwa terdapat beberapa entitas yang saling terkait yang mempengaruhi peningkatan impor buah antara lain :
Manusia (
Man)
Manusia dalam hal ini adalah pemerintah dan petani buah itu sendiri. Petani buah berperan sebagai operating core yaitu inti pengoperasian dari sebuah sistem pertanian. Petani buah melakukan produksi buah secara langsung dalam artian mereka yang terjun langsung ke lapangan. Mulai dari menanam benih, melakukan proses pengendalian produksi termasuk kedalamnya pemupukan, pecegahan hama, melakukan panen serta pengelolaan pasca panen. Dengan demikian, sebuah inti pengoperasian perlu memiliki kompetensi yang tinggi agar proses produksi berjalan dengan baik. Saat ini, kompetensi petani buah dinilai memiliki kompetensi yang rendah. Rendahnya kompetensi ini disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah dalam hal pembinaan. Pembinaan tersebut dapat berupa penyuluhan tentang bagaimana seharusnya pola tanam yang baik, bagaimana seharusnya pemupukan dilakukan, pupuk mana yang harus digunakan, serta penyuluhan lainnya yang sekiranya perlu disosialisasikan langsung kepada petani buah.
Pemerintah dalam hal ini berperan sebagai top management yaitu manajemen tingkat atas. Pemerintah melalui Departemen Pertanian diharapkan mampu merancang kebijakan-kebijakan strategis dan operasional yang dapat menekan laju peningkatan impor buah. Salah satu kebijakan yang dipandang penting dalam hal ini adalah bea masuk untuk impor buah. Dimana bea masuk tersebut sangat rendah sehingga harga buah impor menjadi murah, maka tidak heran jika buah impor dapat diperoleh di pasar tradisional. Rendahnya bea masuk tidak dapat mengontrol laju peningkatan impor buah, karena importir dapat dengan bebas melakukan transaksi impor tanpa disertai dengan pengendalian.
Material
Material dalam hal ini adalah buah-buahan itu sendiri. Sudah tentu, kualitas buah lokal sangat rendah. Rendahnya kualitas tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya pemanfaatan bibit unggul serta adanya kemungkinan pemakaian pupuk yang tidak tepat. Selain dari segi kualitas, ada kemungkinan lain yang menyebabkan impor buah meningkat, yaitu ketersediaan (availability) buah lokal tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik, sehingga untuk mengatasinya perlu dilakukan impor. Kurangnya ketersediaan ini bisa disebabkan oleh jumlah produksi yang sedikit. Jumlah produksi yang sedikit bisa disebabkan oleh kurangnya tingkat penggunaan (utilitas) areal tanam untuk komoditas buah-buahan. Selain itu, pemasaran (distribusi) merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan secara serius. Misalnya saja, adanya keterlambatan distribusi buah untuk suatu daerah tertentu menyebabkan ketersediaan akan buah semakin sedikit. Akibatnya permintaan tidak dapat terpenuhi.
Mesin (
Machine)
Mesin dalam hal ini menyangkut sarana yang dimiliki oleh petani buah dalam melakukan produksi. Sarana tersebut seperti ketersediaan pupuk, pestisida dan alat-alat pertanian. Terbatasnya sarana menyebabkan proses produksi tidak akan berjalan dengan baik. Misalnya, pada saat tertentu perlu dilakukan proses pemupukan pada lahan pertanian, akan tetapi pupuk tidak tersedia. Tentunya ini akan berimplikasi negatif pada hasil produksi. Selain itu, dari segi teknologi produksi pun perlu adanya upaya inovatif. Dengan teknologi yang tepat guna akan berpengaruh pada tingkat efisiensi dan efektifitas suatu produksi.
Dengan melihat permasalah-permasalahan yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka perlu adanya upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yaitu menyelamatkan buah lokal yang tergeser akibat buah impor. Penanganan masalah tersebut tidak bisa dilakukan secara parsial saja, akan tetapi harus dilakukan secara menyeluruh (komprehensif) yaitu secara satu kesatuan sistem terintegrasi (
integrated system) yang didekati dengan menggunakan pendekatan Manajemen Rantai Pasok (
Supply Chain Management). Sistem terintegrasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Terdapat dua jenis aliran yang terdapat pada sistem tersebut, yaitu aliran informasi dan aliran barang. Informasi dari konsumen akhir berupa jumlah permintaan buah. Pelaku bisnis seperti distibutor, importir, serta penjual menyalurkan buah kepada konsumen sehingga terjadi aliran barang. Masalah yang mungkin terjadi pada entitas pelaku bisnis ini adalah apakah ada jaminan bahwa permintaan dapat dipenuhi sesuai dengan jumlah dan jenis tertentu dalam waktu yang tepat. Dengan demikian pada entitas ini diperlukan skema jaringan distribusi yang baik yaitu jaringan distribusi yang efisien.
Pelaku bisnis menerima barang berupa buah-buahan dari petani. Sehingga permasalahan yang timbul adalah apakah petani bisa berproduksi sesuai dengan jumlah permintaan dan kualitas yang diinginkan. Tentunya hal ini bukan sesuatu yang mudah bagi petani. Hasil produksi bisa saja tidak memenuhi target. Kemungkinan penyebabnya adalah kurangnya pemanfaatan areal tanam dan adanya produk cacat. Untuk mengatasinya, perlu dilakukan penambahan areal tanam serta penggunaan bibit unggul serta proses pengendalian yang baik.
Supplier berperan dalam pemberian pasokan berupa pupuk, pestisida dan peralatan yang dibutuhkan untuk proses produksi. Entitas ini pun berperan penting dalam upaya peningkatan kualitas buah. Peran tersebut misalnya, mengirimkan pupuk atau pestisida dalam jumlah dan waktu yang tepat.
Entitas riset dan pengembangan merupakan entitas yang penting. Entitas ini melakukan riset dan pengembangan terhadap kualitas buah (value of quality). Riset tersebut terkait dengan bagaimana menghasilkan bibit unggul, pupuk apa yang harus digunakan beserta dosisnya, serta riset dalam inovasi teknologi produksinya. Entitas ini dipegang oleh Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia yang mempunyai kapabilitas dalam hal teknologi pertanian atau Departemen Pertanian secara langsung. Dengan memanfaatkan Perguruan Tinggi, secara tidak langsung dapat meningkatkan produktivitas dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Kita optimis bahwa entitas ini mampu menghasilkan sesuatu yang terbaik bagi bangsanya, sesuatu yang bernilai tambah karena Sumber Daya Manusia (SDM) nya dapat diandalkan.
Pemerintah merupakan faktor kunci keberhasilan dari sistem tersebut. Dikatakan faktor kunci karena entitas ini berkaitan dengan kebijakan-kebijakan strategis dan operasional. Kebijakan tersebut misalnya, penetapan standar mutu, penetapan prosedur standar operasional (Standard Operating Procedure), perencanaan target produksi dan lain-lain.Yang lebih ditekankan pada entitas ini adalah tidak hanya hitam di atas putih saja, tetapi perlu adanya eksekusi yang nyata dan komitmen, seperti pemberian dana untuk riset, pemberian dana untuk modal petani, melakukan penyuluhan dan pembinaan melalui kelembagaan-kelembagaan yang ada, melakukan pengendalian harga serta melakukan pengendalian terhadap mekanisme distribusi.
Dengan demikian, jika masing-masing entitas tersebut berfungsi dan terintegrasi secara optimal, maka akan menghasilkan kinerja yang optimal untuk sistem secara keseluruhan. Hal itu bukan merupakan sesuatu yang tidak mungkin terwujud. Akan tetapi, sesuatu yang dapat diwujudkan secara nyata yang didasarkan pada komitmen bersama untuk membangun sebuah kemandirian bangsa dalam hal ketahanan pangan khususnya dalam mengurangi impor buah dan meningkatkan kualitas buah lokal.